Sabtu, 11 Juni 2011

Menyimak dan Berbicara

Menyimak dan berbicara tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Ada pembicara maka ada yang menyimak, keduanya berinteraksi dan merupakan proses alami yang sengaja dibelajarkan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga kegiatan bicara dan simak dalam kehidupan sehari-hari menjadi kegiatan yang menarik. Bukan hanya satu bicara dan yang lain mendengar.

Dengan program pembelajaran yang runtut dan teratur yang mengutamakan santun dalam proses kebebasan berpendapat maka bicara dan simk menjadi kegiatan yang ekspresif responsibility logis. Maksudnya adalah
  • Ekspresif maksudnya siswa dapat menyampaikan gagasan, ide kreatif, usul dan saran secara lisan maupun tulisan sehingga akan berdampak kepada daya imajinasi siswa.
  • Responsibility maksudnya adalah dalam berbicara mengedepankan prinsip menghargai pendapat orang lain, sopan dan bertanggung jawab terhadap isi pemikiran yang disampaikan.
  • Logis maksudnya adalah setiap penyampaian pendapat disertai alasan yang masuk akal sehingga sejak didni siswa dibelajarkan tentang logika yang saat ini sangat didewakan di negara maju, yang merupakan cikal bakal ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kegiatan pembelajaran menyimak-berbicara dapat dilaksanakan sekaligus secara utuh bahkan dengan kegiatan menulis dan membaca sekalipun.  Dalam pembahasan ini seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan terpecah dan terputus sejatinya dalam kehidupan sehari-hari tidak demikian. Materi kuliah dan bimbingan dari para ahli sering mengajarkan kepada kita cara menganalisa proses keterampilan berbahasa dan selanjutnya untuk membedakan satu dengan yang lainnya. Dan hal itu sebenarnya hanya berlaku di kalangan akademik dalam rangka mempelajari proses yang terjadi dalam kegiatan tersebut. Bukan dalam rangka membelajarkan hal tersebut kepada siswa. Akan tetapi prosesnya kita sering disuguhi suatu materi ajar yang sering mengkotak-kotakkan antara kegiatan membaca, menulis, menyimak dan berbicara.

Bagi guru hal tersebut memang agak gampang sehingga tolak ukur yang dijadikan acuan dalam mengukur tingkat keberhasilan siswa menjadi lrbiih mudah. Tetapi kelak hasil yang didapat ketika siswa tamat sama sekali berbeda dengan konteks di lapangan. Bayangkan siswa kita sejak dini diajarkan begitu mendalam tentang makna awalan ber , sampai mereka hafal. Tetapi apakah di masyarakat mereka akan ditanya apakah itu awalan ber ?
           
Garis kritis yang dapt dijadikan acuan dalam menelaah masalah ini adalah antara belajar bahasa untuk menjadi ahli bahasa dengan belajar bahasa untuk menjadi penutur bahasa. Atau singkatnya belajar bahasa untuk tahu bahasa atau dapat berbahasa ?  Penulis berpendapat melalaui pembelajaran menyimak-berbicara atau bahkan dengan menulis dan membaca sekaligus secara terintegrasi maka akan membawa pembelajaran bahasa secara utuh (Whole Language). Bukan hanya di Indonesia di Amerika dalam pembelajaran bahasa mereka telah pernah terjadi perdebatan yang memperdebatkan antara belajar bagian demi bagian dengan belajar bahasa secara keseluruhan.
           
Hingga saat ini yang mendapat pendukung lebih banyak adalah pembelajaran bahasa secara whole language adalah lebih baik ketimbang bagian demi bagian. Whole language sejatinya adalah pola pembelajaran bahasa yang alami yang pernah dialami oleh manusia sejak lahir yaitu ketika kita menerima kata demi kata dari orang tua kita.  Apalagi jika dikaitkan denga pembelajaran bahasa di kelas awal SD adalah hal yang sangat tidak bijak jika kita mengajari supaya siswa tahu bahasa ketimbang agar siswa dapat berbahasa.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar demi kemajuan blog ini, terima kasih.

 

©2011 SDN 167645 Tebing Tinggi | Hak Cipta Milik Allah SWT | Blogger